Sejarah perjalanan shalat tarawih
Aisyah radhiyallahu ‘anha menceritakan sejarah perjalanan shalat tarawih,
Dulu para sahabat melaksanakan shalat malam Ramadhan di masjid
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terpencar-pencar.
Ada shalat jamaah 5 orang, ada juga 6 orang shalat jamaah,
dan ada yang kurang atau lebih dari itu
Suatu hari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menyuruhku untuk meletakkan tikar di dekat pintu
rumahku (pintu rumah Aisyah, berada di sebelah kiri
masjid, bagian depan). Kemudian setealah isya, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat malam di atas tikar itu
setelah menjalankan shalat isya. Para sahabat yang
berada di masjid, segera berkumpul dan bermakmum
kepada beliau. Setelah berlalu 1/3 malam, beliau usai,
dan masuk rumah
Di pagi harinya, banyak sahabat membicarakan shalat itu,
sehingga di malam berikutnya, masjid nabawi penuh orang,
menantikan shalat malam berjamaah.
Di malam Ramadhan ke-25, beliau keluar dan mengimami
para sahabat dengan jumlah jamaah lebih banyak. Pagi
harinya, perbincangan itu semakin tersebar. Hingga di
malam 27, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
membangunkan keluarganya dan melaksanakan shalat
malam hingga akhir malam, dengan jamaah sangat
banyak
Di malam berikutnya, beliau tidak keluar rumah. Setelah
beliau mengimami shalat isya, beliau masuk rumah,
sementara masjid penuh para sahabat, menunggu shalat.
Beliaupun bertanya kepadaku: ‘Wahai Aisyah, apa yang
terjadi dengan para sahabat?’
‘Wahai Rasulullah, banyak orang mendengar tentang
shalat anda kemarin, dan mereka ingin agar anda
mengimami mereka.’ Jawab Aisyah. Kemudian
Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh agar tikar
kemarin digulung. Malam itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam tetap ibadah di rumah, sampai subuh. Beliau keluar
untuk mengimami shalat subuh, kemudian berkhutbah,
ﺃﻳﻬﺎ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺃﻣﺎ ﻭﺍﻟﻠﻪ ﻣﺎ ﺑﺖ ﻭﺍﻟﺤﻤﺪ ﻟﻠﻪ ﻟﻴﻠﺘﻲ ﻫﺬﻩ ﻏﺎﻓﻼ ﻭﻟﻜﻦ
ﺧﺸﻴﺖ ﺃﻥ ﺗﻔﺮﺽ ﻋﻠﻴﻜﻢ ﺻﻼﺓ ﺍﻟﻠﻴﻞ ﻓﺘﻌﺠﺰﻭﺍ ﻋﻨﻬﺎ ﻓﺎﻛﻠﻔﻮﺍ ﻣﻦ
ﺍﻷﻋﻤﺎﻝ ﻣﺎ ﺗﻄﻴﻘﻮﻥ ﻓﺈﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﻻ ﻳﻤﻞ ﺣﺘﻰ ﺗﻤﻠﻮﺍ
Wahai sekalian manusia, demi Allah, tadi malam saya tidak
sedang lalai (tidak tidur) – walhamdu lillah – namun saya
khawatir akan diwajibkan kepada kalian shalat malam ini,
sehingga kalian tidak sanggup melakukannya. Lakukanlah
amal sunah yang mampu kalian lakukan, karena Allah tidak
bosan menerima amal kalian, sampai kalian bosa dalam
bersamal. [HR. Bukhari 924, Muslim 761, Abu Daud 1373
dan yang lainnya]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak lagi
melaksanakan tarawih secara berjamaah, karena kegiatan
itu diikuti banyak sahabat, hingga beliau khawatir Allah
ta'ala akan menurunkan wahyu, menetapkan shalat
tarawih berjamaah sebagai kewajiban bagi kaum muslimin.
Dan itu tentu akan sangat memberatkan kaum muslimin.
Hingga sepeninggal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
wahyu tidak lagi turun, sehingga tidak akan ada
perubahan hukum dari sunah menjadi wajib. Karena itu,
aktivitas kaum muslimin melaksanakan shalat tarawih
berjamaah selama sebulan, tidak akan menyebabkan
hukum shalat ini menjadi wajib.
)) Mengapa di masa Abu Bakr Tidak Diadakan Tarawih
Berjamaah?
Pertama, karena Abu Bakr berpendapat bahwa apa yang
dilakukan para sahabat dengan shalat tahajud di akhir
malam, dan mereka shalat sendiri-sendiri atau berjamaah
dengan kelompok kecil, itu lebih afdhal menurut Abu Bakr,
dari pada mereka dikumpulkan berjamaah di awal malam
dengan satu imam.
Kedua, masa kepemimpinan Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu
sangat pendek, sehingga tidak sempat memperhatikan
masalah semacam ini. Terlebih beliau disibukkan dengan
orang murtad atau kasus lainnya, yang lebih mendesak
untuk ditangani dari pada shalat tarawih. (Al-I’tisham,
1/142).
>> Apakah shalat tarawih yang dihidupkan Khalifah ar-
Rasyidin ’Umar bin Al Khaththab radliyallaahu ’anhu dan
kemudian kita ikuti sampai sekarang bisa dikatakan
bid’ah ? Jawabannya : Tidak. Umar T I D A K membuat-
buat sesuatu yang baru. Justru Umar menghidupkan
sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang beliau
tinggalkan karena khawatir Allah ta'ala mewajibkan shalat
tarawih tersebut. Ketika kekhawatiran itu sudah tidak
ada, Umar memerintahkan sahabat Ubay bin
Ka’bradhiyallahu ‘anhu untuk mengimami para sahabat
melaksanakan shalat tarawih.
Alasan lain bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menyuruh ummatnya mengikuti sunnah (ajaran) khulafaur
rosyidin. Dalilnya,
ﻓَﻌَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﺑِﺴُﻨَّﺘِﻰ ﻭَﺳُﻨَّﺔِ ﺍﻟْﺨُﻠَﻔَﺎﺀِ ﺍﻟْﻤَﻬْﺪِﻳِّﻴﻦَ ﺍﻟﺮَّﺍﺷِﺪِﻳﻦَ ﺗَﻤَﺴَّﻜُﻮﺍ ﺑِﻬَﺎ
ﻭَﻋَﻀُّﻮﺍ ﻋَﻠَﻴْﻬَﺎ ﺑِﺎﻟﻨَّﻮَﺍﺟِﺬِ
“Berpegang teguhlah dengan ajaranku dan ajaran
khulafaur rosyidin yang diberi petunjuk dalam ilmu dan
amal, berpegang teguhlah dengannya dan gigitlah (kuat-
kuat) dengan gigi geraham kalian”.[Shahih, HR. Abu Daud
no. 4607, Tirmidzi no. 2676, Ibnu Majah no. 42]
Adapun perkataan beliau bahwa : "Sebaik-baik bid’ah
adalah ini" maksudnya adalah bid’ah secara bahasa
(lughowiyah) bukan secara syari’at.
Dan yang menakjubkan, Perbuatan Umar ini justru
didukung 100% oleh Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu.
sebagaimana yang ditegaskan Imam Al-Hakim dalam
Mustadrak,
ﻭﻗﺪ ﻛﺎﻥ ﻋﻠﻲ ﺑﻦ ﺃﺑﻲ ﻃﺎﻟﺐ ﻳﺤﺚ ﻋﻤﺮ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﻤﺎ ﻋﻠﻰ
ﺇﻗﺎﻣﺔ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﺇﻟﻰ ﺃﻥ ﺃﻗﺎﻣﻬﺎ
“Ali bin Abi Thalib memotivasi Umar radhiyallahu ‘anhuma,
untuk menghidupkan kembali sunah itu, hingga Umar
melaksanakannya.” (Al-Mustadrak, 1/607)
Belum lagi para ulama salaf telah bersepakat menerima
dan mengamalkan apa yang dilakukan oleh ‘Umar
radhiyallahu ‘anhu dan tidak pernah dinukil dari
seorangpun di antara mereka ada yang menyelisihinya. Ini
artinya telah terjadi Ijma', dan Ijma' adalah salah satu
sumber hukum dalam Islam. Ini artinya perbuatan beliau
adalah kebenaran dan termasuk syari’at, karena
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menegaskan
dalam hadits : “Ummatku tidak akan bersepakat di atas
suatu kesesatan.” (HR. Tirmidzi)
Demikianlah, Semoga tidak ada yang gagal paham hingga
mengatakan ini adalah bid'ah hasanah.
Wallaahu ta’ala a’lam bish-shawwab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar